NETIQUETTE DAN CONTOH KASUS
RIKAYANTI/2PA08/16516415
Dosen:
Yulianto Sadewo
Belakangan
ini kata 'pelakor' atau 'perebut lelaki orang' menjadi tren di media sosial.
Kata pelakor semakin populer dan terus digunakan sejak video pesohor JD
(inisial) yang sedang dilabrak oleh putri dari lelaki yang berselingkuh
dengannya. Warganet pun menyebutnya sebagai 'pelakor'. Setelah peristiwa
tersebut, video serupa banyak bermunculan, tidak hanya pesohor yang jadi
sorotan publik, melainkan orang biasa juga ikut memvideokan aksi
labrak-melabrak sang 'pelakor'. Video itu diviralkan lewat media sosial dan
berujung hujatan dan cacian dari warganet yang seakan-akan tindakan tersebut
adalah hukuman yang pantas bagi perempuan yang menjadi orang ketiga dalam
sebuah hubungan. Dengan label 'pelakor' dan kemudian disandangkan kepada
perempuan itu, membuat seolah laki-laki yang terlibat dalam hubungan tersebut
bebas dari dosa.
Peneliti
bidang kajian gender Sabilla Tri Ananda mengatakan melabeli perempuan dengan
sebutan 'pelakor' termasuk bentuk kekerasan verbal dan misogini. Misogini
adalah rasa benci atau tidak suka terhadap perempuan atau anak perempuan.
Istilah 'pelakor' menjadi bias, seakan-akan lelaki yang diambil oleh orang lain
adalah pasif, sementara perempuan menjadi pelaku aktif dalam perselingkuan,
padahal selingkuh dapat terjadi karena dua belah pihak. "Perempuan kerap
disalahkan dalam sebuah perselingkuhan, jika istri berselingkuh maka perempuan
akan disalahkan, jika suami berselingkuh maka orang ketiga yaitu perempuan juga
akan disalahkan," kata Sabilla. Mirisnya, perundungan dengan menyebut
perempuan orang ketiga dalam suatu hubungan sebagai 'pelakor' yang marak di
media sosial kerap dilakukan oleh perempuan juga. Hal ini dapat mempermalukan
perempuan.
Peneliti
linguistik, Nelly Martin dalam artikelnya yang dimuat di jejaring the Conversation mengatakan, istilah
'pelakor' tersebut digunakan untuk menyalahkan dan mempermalukan perempuan dan
sama sekali tidak menyalahkan laki-laki yang melakukan perselingkuhan. Dalam
konteks tersebut, istilah 'pelakor' perlu dianalisis secara kritis karena
memberikan retorika yang timpang. Secara sosiolinguistik, istilah ini sangat
berpihak pada laki-laki, karena seringkali muncul dalam wacana keseharian tanpa
istilah pendamping untuk laki-laki dalam hubungan tersebut. Istilah pelakor,
secara umum digunakan sendiri, atau sang laki-laki secara terang-terangan absen
dalam cerita tersebut.
Secara
kebahasaan, istilah 'pelakor' meminggirkan perempuan. Lebih dari itu istilah
ini menunjukkan fenomena sosial-budaya yang lebih besar. Kerapnya istilah ini
digunakan dalam cerita di media sosial dan dalam pemberitaan tanpa didampingi
istilah yang sepadan untuk pelaku laki-laki. Nelly mengatakan, kecenderungan
masyarakat Indonesia untuk menyalahkan pelakor seorang menunjukkan bias negatif
kita terhadap perempuan, dan pada saat yang sama mengglorifikasi laki-laki.
Kasus
ini merupakan salah satu kasus yang membuktikan bahwa media sosial merupakan
wadah perundungan. Seperti yang telah disebutkan, pelabelan 'pelakor' santer
digunakan di media sosial. Lalu, mengapa para warganet yang kebanyakan
perempuan berbondong-bondong merundung di media sosial? Sabilla menjelaskan,
media sosial dalam jaringan (online)
dapat membentuk identitas ulang yang berbeda dari dunia nyata. Contohnya,
misalnya dalam kehidupan nyata seseorang itu miskin, namun dia dapat
berpura-pura kaya dengan mengunggah foto yang bergaya hidup mewah. Dalam kasus
'pelakor', identitas sebagai superior inilah yang dibentuk oleh para warganet.
Oleh sebab itu tidak heran istilah 'pelakor' langsung diadaptasi dan kerap
digunakan perempuan sebagai bentuk keinginan untuk menindas sesamanya. Selain
itu, kecenderungan orang untuk meniru tindakan yang dilakukan orang lain, juga
menjadi salah satu faktor ramainya istilah itu digunakan. Kalau dilihat dari
faktor budaya massa, orang akan mudah meniru tindakan yang ramai dilakukan
orang lain. Begitu istilah pelakor banyak digunakan, maka orang-orang lain pun
ikut menggunakannya.
Penggunaan
kata tersebut juga dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan verbal terhadap
perempuan. Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan)
menyebutkan, penghinaan atau pencemaran nama baik menjadi salah satu bentuk
kekerasan terhadap perempuan. Dampak dari kejahatan siber ini dapat menjatuhkan
hidup perempuan, korban dapat menjadi korban berluang kali, dan peristiwa
tersebut dapat terjadi seumur hidup. Mungkin, sudah saatnya kini kita semua
menghindari penggunaan istilah 'pelakor'.
Dengan
melihat maraknya sebutan ‘pelakor’ dalam kasus tersebut membenarkan bahwa hadirnya
internet dalam kehidupan manusia
telah membentuk komunitas masyarakat tersendiri. Menggunakan
media sosial memang gratis dan mudah, apalagi di era online ini. Tapi bukan berarti
kita bisa berperilaku sembarangan. Jika kita ingin berinteraksi dengan
sesama pengguna media online yang
lain, alangkah baiknya saling membuka identitas terlebih dahulu, khususnya
untuk interaksi melalui saluran privacy
seperti email dan chatting, untuk menciptakan suasana yang
nyaman. Jika belum saling kenal maka alangkah baiknya saling berkenalan
terlebih dahulu dengan cara yang baik. Baru kemudian kita sampaikan apa yang
menjadi maksud dan tujuan kita. Sama dengan interaksi secara offline atau tatap muka langsung, maka komunikasi
melalui media online hendaknya
juga memerhatikan etika . Ada sejumlah etika
yang patut dituruti saat kita ingin menyebarkan atau menuliskan posting-an di sana.
Direktur Eksekutif ICT
Watch, Donny (dalam Waryanto, 2006), mengatakan, “satu hal etika utama yang mesti dilakukan
seseorang sebelum menulis komentar di media sosial adalah berpikir”. Ya,
sebelum jari kita menekan tombol posting
untuk menyebar pesan, meme atau artikel berita, mesti sudah kita pikirkan
dengan matang. Jika sembarangan mengunggah, bukan tidak mungkin si pengunggah
berakhir berurusan dengan hukum.
Netiquette
(Network Etiquette/ Internet Etiquette)
atau biasa disebut netiket atau etika internet
alias sopan-santun komunikasi di internet
, seperti jujur, sopan, ramah, serta berbicara jelas dan mudah dimengerti. Atau
bisa kita katakan sebagai cara komunikasi yang baik di jaringan dunia maya. Etiket tersebut dibawa pada saat
menggunakan internet, dari email yang bersifat personal hingga forum digital
seperti forum board, social networking, chat, dan sebagainya. Sama
seperti halnya sebuah komunitas, forum digital juga mempunyai aturan dan
tata tertib tertentu, dimana aturan ini menyangkut batasan dan tata cara yang
terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak). Atau biasa disebut dengan “etiket” yaitu tata cara (adat sopan santun, dsb) dalam masyarakat
beradab dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusianya.
Ringkas
dan praktisnya, netiket adalah “adab pergaulan di dunia maya” menyangkut apa
yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam komunikasi internet. Etika komunikasi di internet pada dasarnya sama dengan
etika berkomunikasi di “dunia nyata” dalam kehidupan sehari-hari, seperti
jujur, menggunakan kata-kata yang baik (sopan), ramah, serta berbicara jelas
dan mudah dimengerti.
Think before posting.
Karena orang kan mentang-mentang pakai media sosial, gadget, lalu seolah tidak berhadapan langsung dengan yang
bersangkutan. Merasa tidak ada konsekuensi . Jadi untuk mempertimbangkan segala
konten di media sosial seharusnya berdasarkan tiga langkah ini.
1.
Bayangkan mengucapkannya langsung
Sebelum
mengunggah suatu pernyataan, komentar, berita atau meme, bayangkan jika kita
menyodorkan semua itu langsung di hadapan orang yang dituju. Bayangkan apakah
saat itu kita benar-benar bisa menyampaikannya atau justru merasa ragu karena
takut menyinggung perasaan. Bila keraguan yang timbul, sudah tentu hal tersebut
tidak perlu diunggah karena mungkin saja akan menyinggung orang tertentu. “Yang
harus selalu diingat adalah pesan yang akan disampaikan itu sama dengan
komunikasi face to face dengan orang
bersangkutan. Kalau face to face mau
ngomong begitu tidak? kalau tidak ya jangan (diunggah ke media sosial).
2.
Pikirkan manfaat dan dampaknya
Jika
merasa bahwa pernyataan, komentar, berita atau meme yang akan diunggah itu
tidak akan menyinggung orang lain, pikirkan dulu soal manfaatnya. Apakah hal
yang ingin disebarkan itu bermanfaat untuk orang lain atau ternyata tidak ada
gunanya. Misal, melihat dari kasus ‘pelakor’, kita kan bisa memikirkannya,
mengolah informasi, kalau memang informasi itu benar, lalu ditimbang apakah
perlu atau tidak, apakah memiliki manfaat dan dampaknya ad atau tidak.
3.
Cek fakta
Cari informasi,
bandingkan hal yang lebih penting sebelum bicara di media sosial. Kita harus lebih dulu memahami fakta dan mengolah
informasi tersebut. Ada banyak alat yang bisa dipakai untuk mencari tahu dan membandingkan
informasi yang kita miliki. Bisa saja menggunakan Google atau media lain. Namun intinya, pernyataan atau hal yang
akan diunggah ke media sosial itu jangan sampai hanya merupakan kabar bohong
(hoax). “Ini soal literasi digital, yaitu kemampuan mengolah atau memanfaatkan
informasi di media sosial, baik melalui
Twitter atau lainnya. Seseorang mesti tahu cara membatasi konten yang
diperlukan dan memilih informasi,”Cek dan ricek, klarifikasi dulu. Hal seperti
ini mestinya otomatis dilakukan,
Pentingnya
Etika Dalam menggunakan Internet adalah sebagai berikut:
1.
Bahwa pengguna internet berasal dari
berbagai negara yang mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang
berbeda-beda.
2.
Pengguna internet merupakan orang-orang
yang hidup dalam dunia anonymous, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas
asli dalam berinteraksi.
3.
Berbagai macam fasilitas yang diberikan
dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis seperti misalnya ada
juga penghuni yang suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya
dilakukan.
4.
Harus diperhatikan bahwa pengguna
internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya penghuni
baru didunia maya tersebut
Sedangkan
menurut Shea (Netiquette by Virginia Shea, published by Albion Books, San Fransisco (Info@albion.com)1994 Virginia Shea) aturan netiket adalah sebagai berikut :
1. Mengingat bahwa netter adalah manusia
Jangan lupa, bahwa
orang yang membaca email atau posting anda adalah manusia juga yang
punya perasaan (bisa tersinggung atau sakit hati). Jadi, jangan menyakiti hati
orang lain. Jangan kirim email atau posting yang sekiranya mempermalukan.
2. Mentaati standar-standar tingkah laku
seperti yang dilakukan dalam kehidupan yang nyata
Standar etika
komunikasi internet sama saja dengan
etika komunikasi di dunia nyata, seperti etis, menghargai pendapat orang lain,
dan jangan melanggar hukum.
3. Mengetahui di mana netter berada dalam cyberspace
Setiap situs atau forum
online biasanya punya aturan main.
Maka taati aturan itu. Baca dulu aturan sebelum gabung. Sadari anda di forum
apa dan bagaimana.
4. Menghormati waktu dan bandwidth orang
lain
Posting
pesan yang sesuai dengan grup diskusi. Jangan ajukan pertanyaan bodoh. Baca
dokumen FAQ (Frequently Asked Questions)
atau “Yang Sering Ditanyakan” (YSD). Jangan posting
hal yang sekiranya sudah diketahui anggota grup. Jika tidak setuju dengan
sebuah forum online, jangan buang
waktu dengan “menggugat” mereka.
5. Bersikap baik saat online
Cek grammar dan ejaan (tata bahasa) sebelum posting. Pahami yang anda katakana dan
pastikan masuk akal.
6. Berbagi pengetahuan dengan yang ahli
Berbagi pengetahuan itu
menyenangkan. Ini adalah tradisi ‘net’ untuk waktu yang
lama,
dan ia dapat membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik
7.
Membantu mengendalikan perang flame (flame wars)
"Flaming" adalah apa yang dilakukan
netter ketika mereka ungkapkan sebuah opini
yang
diyakini dengan kuat tanpa menahan emosi. Ini adalah jenis pesan yang
membuat
orang memberi respons. Flaming adalah
sebuah tradisi yang sudah
bertahan
lama (dan Netiket tidak pernah bercampur aduk dengan tradisi). Flames
bisa
menjadi sangat menyenangkan, baik untuk ditulis maupun untuk dibaca.
8.
Menghormati privasi orang lain
Hargai
privasi orang lain. Tidak menghormati privasi orang lain, bukan saja merupakan
netiket yang buruk, tetapi kredibilitas netter juga dapat dipertaruhkan
9.
Jangan salah gunakan wewenang anda
Mengetahui
sesuatu lebih banyak dari orang lain, atau mempunyai kuasa lebih dari
mereka
tidak memberikan kepada anda hak untuk memanfaatkan mereka.
10. Memaafkan
kesalahan orang lain
Dibawah
ini adalah etika-etika dalam menggunakan internet yaitu sebagai berikut:
1.
Jangan menyindir, menghina, melecehkan,
atau menyerang pribadi seseorang/pihak lain.
2.
Jangan sombong, angkuh, sok tahu, sok
hebat, merasa paling benar, egois, berkata kasar, kotor, dan hal-hal buruk
lainnya yang tidak bisa diterima orang.
3.
Menulis sesuai dengan aturan penulisan
baku. Artinya jangan menulis dengan huruf kapital semua (karena akan dianggap
sebagai ekspresi marah), atau penuh dengan singkatan-singkatan tidak biasa
dimana orang lain mungkin tidak mengerti maksudnya (bisa menimbulkan salah
pengertian).
4.
Jangan mengekspose hal-hal yang bersifat
pribadi, keluarga, dan sejenisnya yang bisa membuka peluang orang tidak
bertanggung jawab memanfaatkan hal itu.
5.
Perlakukan pesan pribadi yang diterima
dengan tanggapan yang bersifat pribadi juga, jangan ekspose di forum.
6.
Jangan turut menyebarkan suatu
berita/informasi yang sekiranya tidak logis dan belum pasti kebenarannya,
karena bisa jadi berita/informasi itu adalah berita bohong (hoax). Selain akan
mempermalukan diri sendiri orang lainpun bisa tertipu dengan berita/info itu
bila ternyata hanya sebuah hoax.
7.
Andai mau menyampaikan saran/kritik,
lakukan dengan personal message,
jangan lakukan di depan forum karena hal tersebut bisa membuat tersinggung atau
rendah diri orang yang dikritik.
8.
Selalu memperhatikan Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI). Artinya jangan terlibat dalam aktivitas
pencurian/penyebaran data dan informasi yang memiliki hak cipta.
9.
Jika mengutip suatu tulisan, gambar,
atau apapun yang bisa/diijinkan untuk dipublikasikan ulang, selalu tuliskan
sumber aslinya.
10. Jangan
pernah memberikan nomor telepon, alamat email, atau informasi yang bersifat
pribadi lainnya milik teman kepada pihak lain tanpa persetujuan teman itu
sendri
Sumber:
http://deteksi.info/2009/09/etika-komunikasi-di-internet/
https://tekno.kompas.com/read/2016/08/26/19040047/pelajaran.dari.kasus.olok-olok.baju.batak.jokowi
Waryanto,
N., H. (2006). Etika berkomunikasi di dunia maya dengan netiquette. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY
http://www.romelteamedia.com/2016/01/netiket-etika-komunikasi-di-internet-netiquette.html
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/10/p5cqyx409-ini-alasan-kita-harus-hindari-penggunaan-istilah-pelakor
http://edu.glogster.com/glog/manfaat-dan-etika-berinternet/1xpn9txrvxk