Senin, 09 April 2018

Netiquette dan Contoh Kasus


NETIQUETTE DAN CONTOH KASUS
RIKAYANTI/2PA08/16516415
Dosen: Yulianto Sadewo

Belakangan ini kata 'pelakor' atau 'perebut lelaki orang' menjadi tren di media sosial. Kata pelakor semakin populer dan terus digunakan sejak video pesohor JD (inisial) yang sedang dilabrak oleh putri dari lelaki yang berselingkuh dengannya. Warganet pun menyebutnya sebagai 'pelakor'. Setelah peristiwa tersebut, video serupa banyak bermunculan, tidak hanya pesohor yang jadi sorotan publik, melainkan orang biasa juga ikut memvideokan aksi labrak-melabrak sang 'pelakor'. Video itu diviralkan lewat media sosial dan berujung hujatan dan cacian dari warganet yang seakan-akan tindakan tersebut adalah hukuman yang pantas bagi perempuan yang menjadi orang ketiga dalam sebuah hubungan. Dengan label 'pelakor' dan kemudian disandangkan kepada perempuan itu, membuat seolah laki-laki yang terlibat dalam hubungan tersebut bebas dari dosa.
Peneliti bidang kajian gender Sabilla Tri Ananda mengatakan melabeli perempuan dengan sebutan 'pelakor' termasuk bentuk kekerasan verbal dan misogini. Misogini adalah rasa benci atau tidak suka terhadap perempuan atau anak perempuan. Istilah 'pelakor' menjadi bias, seakan-akan lelaki yang diambil oleh orang lain adalah pasif, sementara perempuan menjadi pelaku aktif dalam perselingkuan, padahal selingkuh dapat terjadi karena dua belah pihak. "Perempuan kerap disalahkan dalam sebuah perselingkuhan, jika istri berselingkuh maka perempuan akan disalahkan, jika suami berselingkuh maka orang ketiga yaitu perempuan juga akan disalahkan," kata Sabilla. Mirisnya, perundungan dengan menyebut perempuan orang ketiga dalam suatu hubungan sebagai 'pelakor' yang marak di media sosial kerap dilakukan oleh perempuan juga. Hal ini dapat mempermalukan perempuan.
Peneliti linguistik, Nelly Martin dalam artikelnya yang dimuat di jejaring the Conversation mengatakan, istilah 'pelakor' tersebut digunakan untuk menyalahkan dan mempermalukan perempuan dan sama sekali tidak menyalahkan laki-laki yang melakukan perselingkuhan. Dalam konteks tersebut, istilah 'pelakor' perlu dianalisis secara kritis karena memberikan retorika yang timpang. Secara sosiolinguistik, istilah ini sangat berpihak pada laki-laki, karena seringkali muncul dalam wacana keseharian tanpa istilah pendamping untuk laki-laki dalam hubungan tersebut. Istilah pelakor, secara umum digunakan sendiri, atau sang laki-laki secara terang-terangan absen dalam cerita tersebut.
Secara kebahasaan, istilah 'pelakor' meminggirkan perempuan. Lebih dari itu istilah ini menunjukkan fenomena sosial-budaya yang lebih besar. Kerapnya istilah ini digunakan dalam cerita di media sosial dan dalam pemberitaan tanpa didampingi istilah yang sepadan untuk pelaku laki-laki. Nelly mengatakan, kecenderungan masyarakat Indonesia untuk menyalahkan pelakor seorang menunjukkan bias negatif kita terhadap perempuan, dan pada saat yang sama mengglorifikasi laki-laki.
Kasus ini merupakan salah satu kasus yang membuktikan bahwa media sosial merupakan wadah perundungan. Seperti yang telah disebutkan, pelabelan 'pelakor' santer digunakan di media sosial. Lalu, mengapa para warganet yang kebanyakan perempuan berbondong-bondong merundung di media sosial? Sabilla menjelaskan, media sosial dalam jaringan (online) dapat membentuk identitas ulang yang berbeda dari dunia nyata. Contohnya, misalnya dalam kehidupan nyata seseorang itu miskin, namun dia dapat berpura-pura kaya dengan mengunggah foto yang bergaya hidup mewah. Dalam kasus 'pelakor', identitas sebagai superior inilah yang dibentuk oleh para warganet. Oleh sebab itu tidak heran istilah 'pelakor' langsung diadaptasi dan kerap digunakan perempuan sebagai bentuk keinginan untuk menindas sesamanya. Selain itu, kecenderungan orang untuk meniru tindakan yang dilakukan orang lain, juga menjadi salah satu faktor ramainya istilah itu digunakan. Kalau dilihat dari faktor budaya massa, orang akan mudah meniru tindakan yang ramai dilakukan orang lain. Begitu istilah pelakor banyak digunakan, maka orang-orang lain pun ikut menggunakannya.
Penggunaan kata tersebut juga dapat digolongkan sebagai bentuk kekerasan verbal terhadap perempuan. Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyebutkan, penghinaan atau pencemaran nama baik menjadi salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Dampak dari kejahatan siber ini dapat menjatuhkan hidup perempuan, korban dapat menjadi korban berluang kali, dan peristiwa tersebut dapat terjadi seumur hidup. Mungkin, sudah saatnya kini kita semua menghindari penggunaan istilah 'pelakor'.
Dengan melihat maraknya sebutan ‘pelakor’ dalam kasus tersebut membenarkan bahwa hadirnya internet dalam kehidupan manusia telah membentuk komunitas masyarakat tersendiri. Menggunakan media sosial memang gratis dan mudah, apalagi di era online ini. Tapi bukan berarti kita bisa berperilaku sembarangan. Jika kita ingin berinteraksi dengan sesama pengguna media online yang lain, alangkah baiknya saling membuka identitas terlebih dahulu, khususnya untuk interaksi melalui saluran privacy seperti email dan chatting, untuk menciptakan suasana yang nyaman. Jika belum saling kenal maka alangkah baiknya saling berkenalan terlebih dahulu dengan cara yang baik. Baru kemudian kita sampaikan apa yang menjadi maksud dan tujuan kita. Sama dengan interaksi secara offline atau tatap muka langsung, maka komunikasi melalui media online hendaknya juga memerhatikan etika . Ada sejumlah etika yang patut dituruti saat kita ingin menyebarkan atau menuliskan posting-an di sana.
Direktur Eksekutif ICT Watch, Donny (dalam Waryanto, 2006), mengatakan, “satu hal etika utama yang mesti dilakukan seseorang sebelum menulis komentar di media sosial adalah berpikir”. Ya, sebelum jari kita menekan tombol posting untuk menyebar pesan, meme atau artikel berita, mesti sudah kita pikirkan dengan matang. Jika sembarangan mengunggah, bukan tidak mungkin si pengunggah berakhir berurusan dengan hukum. 
Netiquette (Network Etiquette/ Internet Etiquette) atau biasa disebut netiket atau etika internet alias sopan-santun komunikasi di internet , seperti jujur, sopan, ramah, serta berbicara jelas dan mudah dimengerti. Atau bisa kita katakan sebagai cara komunikasi yang baik di jaringan dunia maya. Etiket tersebut dibawa pada saat menggunakan internet, dari email yang bersifat personal hingga forum digital seperti forum board, social  networking, chat, dan sebagainya. Sama seperti halnya sebuah komunitas,  forum digital juga mempunyai aturan dan tata tertib tertentu, dimana aturan ini menyangkut batasan dan tata cara yang terbaik dalam memanfaatkan fasilitas internet.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Atau biasa disebut dengan “etiket” yaitu tata cara (adat sopan santun, dsb) dalam masyarakat beradab dalam memelihara hubungan baik antara sesama manusianya.
Ringkas dan praktisnya, netiket adalah “adab pergaulan di dunia maya” menyangkut apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam komunikasi internet. Etika komunikasi di internet pada dasarnya sama dengan etika berkomunikasi di “dunia nyata” dalam kehidupan sehari-hari, seperti jujur, menggunakan kata-kata yang baik (sopan), ramah, serta berbicara jelas dan mudah dimengerti.  
Think before posting. Karena orang kan mentang-mentang pakai media sosial, gadget, lalu seolah tidak berhadapan langsung dengan yang bersangkutan. Merasa tidak ada konsekuensi . Jadi untuk mempertimbangkan segala konten di media sosial seharusnya berdasarkan tiga langkah ini.
1.        Bayangkan mengucapkannya langsung
Sebelum mengunggah suatu pernyataan, komentar, berita atau meme, bayangkan jika kita menyodorkan semua itu langsung di hadapan orang yang dituju. Bayangkan apakah saat itu kita benar-benar bisa menyampaikannya atau justru merasa ragu karena takut menyinggung perasaan. Bila keraguan yang timbul, sudah tentu hal tersebut tidak perlu diunggah karena mungkin saja akan menyinggung orang tertentu. “Yang harus selalu diingat adalah pesan yang akan disampaikan itu sama dengan komunikasi face to face dengan orang bersangkutan. Kalau face to face mau ngomong begitu tidak? kalau tidak ya jangan (diunggah ke media sosial).
2.        Pikirkan manfaat dan dampaknya
Jika merasa bahwa pernyataan, komentar, berita atau meme yang akan diunggah itu tidak akan menyinggung orang lain, pikirkan dulu soal manfaatnya. Apakah hal yang ingin disebarkan itu bermanfaat untuk orang lain atau ternyata tidak ada gunanya. Misal, melihat dari kasus ‘pelakor’, kita kan bisa memikirkannya, mengolah informasi, kalau memang informasi itu benar, lalu ditimbang apakah perlu atau tidak, apakah memiliki manfaat dan dampaknya ad atau tidak.
3.        Cek fakta
Cari informasi, bandingkan hal yang lebih penting sebelum bicara di media sosial. Kita  harus lebih dulu memahami fakta dan mengolah informasi tersebut. Ada banyak alat yang bisa dipakai untuk mencari tahu dan membandingkan informasi yang kita miliki. Bisa saja menggunakan Google atau media lain. Namun intinya, pernyataan atau hal yang akan diunggah ke media sosial itu jangan sampai hanya merupakan kabar bohong (hoax). “Ini soal literasi digital, yaitu kemampuan mengolah atau memanfaatkan informasi di media sosial, baik melalui Twitter atau lainnya. Seseorang mesti tahu cara membatasi konten yang diperlukan dan memilih informasi,”Cek dan ricek, klarifikasi dulu. Hal seperti ini mestinya otomatis dilakukan,
Pentingnya Etika Dalam menggunakan Internet adalah sebagai berikut:
1.        Bahwa pengguna internet berasal dari berbagai negara yang mungkin memiliki budaya, bahasa dan adat istiadat yang berbeda-beda.
2.        Pengguna internet merupakan orang-orang yang hidup dalam dunia anonymous, yang tidak mengharuskan pernyataan identitas asli dalam berinteraksi.
3.        Berbagai macam fasilitas yang diberikan dalam internet memungkinkan seseorang untuk bertindak etis seperti misalnya ada juga penghuni yang suka iseng dengan melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
4.        Harus diperhatikan bahwa pengguna internet akan selalu bertambah setiap saat dan memungkinkan masuknya penghuni baru didunia maya tersebut
Sedangkan menurut Shea (Netiquette by Virginia Shea, published by Albion Books, San Fransisco (Info@albion.com)1994 Virginia Shea) aturan netiket adalah sebagai berikut :
1.       Mengingat bahwa netter adalah manusia
Jangan lupa, bahwa orang yang membaca email atau posting anda adalah manusia juga yang punya perasaan (bisa tersinggung atau sakit hati). Jadi, jangan menyakiti hati orang lain. Jangan kirim email atau posting yang sekiranya mempermalukan.
2.       Mentaati standar-standar tingkah laku seperti yang dilakukan dalam kehidupan yang nyata
Standar etika komunikasi internet sama saja dengan etika komunikasi di dunia nyata, seperti etis, menghargai pendapat orang lain, dan jangan melanggar hukum.
3.       Mengetahui di mana netter berada dalam cyberspace
Setiap situs atau forum online biasanya punya aturan main. Maka taati aturan itu. Baca dulu aturan sebelum gabung. Sadari anda di forum apa dan bagaimana.
4.       Menghormati waktu dan bandwidth orang lain
Posting  pesan yang sesuai dengan grup  diskusi. Jangan ajukan pertanyaan bodoh. Baca dokumen FAQ (Frequently Asked Questions) atau “Yang Sering Ditanyakan” (YSD). Jangan posting hal yang sekiranya sudah diketahui anggota grup. Jika tidak setuju dengan sebuah forum online, jangan buang waktu dengan “menggugat” mereka.
5.       Bersikap baik saat online
Cek grammar dan ejaan (tata bahasa) sebelum posting. Pahami yang anda katakana dan pastikan masuk akal.
6.       Berbagi pengetahuan dengan yang ahli
Berbagi pengetahuan itu menyenangkan. Ini adalah tradisi ‘net’ untuk waktu yang
lama, dan ia dapat membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik
7.        Membantu mengendalikan perang flame (flame wars)
"Flaming" adalah apa yang dilakukan netter ketika mereka ungkapkan sebuah opini
yang diyakini dengan kuat tanpa menahan emosi. Ini adalah jenis pesan yang
membuat orang memberi respons. Flaming adalah sebuah tradisi yang sudah
bertahan lama (dan Netiket tidak pernah bercampur aduk dengan tradisi). Flames
bisa menjadi sangat menyenangkan, baik untuk ditulis maupun untuk dibaca.
8.        Menghormati privasi orang lain
Hargai privasi orang lain. Tidak menghormati privasi orang lain, bukan saja merupakan netiket yang buruk, tetapi kredibilitas netter juga dapat dipertaruhkan
9.        Jangan salah gunakan wewenang anda
Mengetahui sesuatu lebih banyak dari orang lain, atau mempunyai kuasa lebih dari
mereka tidak memberikan kepada anda hak untuk memanfaatkan mereka.
10.    Memaafkan kesalahan orang lain

Dibawah ini adalah etika-etika dalam menggunakan internet yaitu sebagai berikut:
1.        Jangan menyindir, menghina, melecehkan, atau menyerang pribadi seseorang/pihak lain.
2.        Jangan sombong, angkuh, sok tahu, sok hebat, merasa paling benar, egois, berkata kasar, kotor, dan hal-hal buruk lainnya yang tidak bisa diterima orang.
3.        Menulis sesuai dengan aturan penulisan baku. Artinya jangan menulis dengan huruf kapital semua (karena akan dianggap sebagai ekspresi marah), atau penuh dengan singkatan-singkatan tidak biasa dimana orang lain mungkin tidak mengerti maksudnya (bisa menimbulkan salah pengertian).
4.        Jangan mengekspose hal-hal yang bersifat pribadi, keluarga, dan sejenisnya yang bisa membuka peluang orang tidak bertanggung jawab memanfaatkan hal itu.
5.        Perlakukan pesan pribadi yang diterima dengan tanggapan yang bersifat pribadi juga, jangan ekspose di forum.
6.        Jangan turut menyebarkan suatu berita/informasi yang sekiranya tidak logis dan belum pasti kebenarannya, karena bisa jadi berita/informasi itu adalah berita bohong (hoax). Selain akan mempermalukan diri sendiri orang lainpun bisa tertipu dengan berita/info itu bila ternyata hanya sebuah hoax.
7.        Andai mau menyampaikan saran/kritik, lakukan dengan personal message, jangan lakukan di depan forum karena hal tersebut bisa membuat tersinggung atau rendah diri orang yang dikritik.
8.        Selalu memperhatikan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Artinya jangan terlibat dalam aktivitas pencurian/penyebaran data dan informasi yang memiliki hak cipta.
9.        Jika mengutip suatu tulisan, gambar, atau apapun yang bisa/diijinkan untuk dipublikasikan ulang, selalu tuliskan sumber aslinya.
10.    Jangan pernah memberikan nomor telepon, alamat email, atau informasi yang bersifat pribadi lainnya milik teman kepada pihak lain tanpa persetujuan teman itu sendri



Sumber:

http://deteksi.info/2009/09/etika-komunikasi-di-internet/
https://tekno.kompas.com/read/2016/08/26/19040047/pelajaran.dari.kasus.olok-olok.baju.batak.jokowi
Waryanto, N., H. (2006). Etika berkomunikasi di dunia maya dengan netiquette. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY
http://www.romelteamedia.com/2016/01/netiket-etika-komunikasi-di-internet-netiquette.html
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/03/10/p5cqyx409-ini-alasan-kita-harus-hindari-penggunaan-istilah-pelakor
http://edu.glogster.com/glog/manfaat-dan-etika-berinternet/1xpn9txrvxk